Apakah fanatisme boleh? Pertanyaan ini cukup menarik hari bagi penulis untuk dibahas, sebab dalam kehidupan sehari-hari sikap fanatik terlihat nampak pada diri masing-masing setiap diri individu, baik dalam bentuk pandangan maupun sikap.
Berdasarkan pengertiannya, fanatisme merupakan keyakinan seseorang terhadap suatu tertentu yang cukup kuat baik itu bidang politik, agama, maupun idola.
Seseorang yang fanatik biasanya akan menunjukkan sikapnya dengan penuh rasa yakin dan tidak bisa merubah keyakinan tersebut. Bahkan, jika ada pandangan berbeda, maka tidak menerima bahkan sebagian menilai itu merupakan suatu ancaman.
Salah satu reels facebook @najwa shihab yg dilihat penulis pada Rabu (19/11), dikatakan langsung oleh nara sumber yaitu salah satu toko agama Indonesia, Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab memberi penjelasan bahwa fanatik itu boleh dan bahkan bagus, akan tetapi tidak dibenarkan mana kala tidak berperilaku adil terhadap orang lain.
“Fanatik itu boleh saja, selagi bersikap adil terhadap orang lain,” katanya.
Mantan menteri Agama era tahun 1998 tersebut mencontohkan sikap fanatik yang tidak berperilaku adil dalam hal agama. Misalnya, hanya agama yang diyakini saja yang benar. Sementara agama lain tidak benar.
Ia menambahkan, jika keyakinan tersebut terikat dengan agamanya, dan ketika keluar itu keyakinan ke dalam. Ketika berhadapan dengan orang lain, kita harus tahu bahwa dia juga punya keyakinan, yang boleh jadi itu lebih baik buat dia dari keyakinan kita.
Penulis memberi pandangan dalam hal urusan agama, tidak bisa merubah sesuai apa yang kita harapkan. Sebab, setiap orang memiliki agama dan kepercayaan masing-masing.
Banyaknya perbedaan, utamanya dalam hal berkeyakinan dan beragama bukan sarana untuk saling berpecah belah atas keyakinan-keyakinan yang ditimbulkan. Namun perbedaan adalah untuk bersatu, menjalani kehidupan dalam keberagaman.
Datangnya perbedaan, misalnya, dalam hal banyaknya agama maka diperbolehkan fanatik dengan agama yang dianut. Kita mengajak untuk memeluk agama sekadarnya saja. Kita mengajak untuk kebaikan sekedarnya saja, karena pada dasarnya kita hanya mempertanggungjawabkan agama kita sendiri, bukan agama lain.
Cara mempertanggungjawabkan agama sendiri yaitu dengan cara melaksanakan sesuai perintah agama dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab.
Pada akhirnya, agama mana paling benar? Kita serahkan kepada Allah fi yaumil qiyamah. Hak prerogaitif Allah menentukan hambanya masuk surga maupun neraka.

No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar...