Showing posts with label Wisata Religi. Show all posts
Showing posts with label Wisata Religi. Show all posts

Makam Mbah Kyai Sedo Masjid Surabaya

makam mbah kyai sedo masjid
Komplek Pemakam Mbah Kyai Sedo Masjid Surabaya

Semenjak tahu sedikit tentang meriam Mbah Kyai Sedo Masjid di jalan Kawatan VIII No. 12 Surabaya, Saya lantas berkeinginan datang ke makam Mbah Kyai Sedo Masjid dan Alhamdulillah terealisasi pada Selasa (01/06/2021).

Tujuannya, tidak lain tidak bukan adalah untuk mengetahui kondisi makam sekaligus menggali informasi terkait sejarahnya.

Menurut referensi yang Saya dapatkan dari berbagai sumber, keberadaan makam Mbah Kyai Sedo Masjid ada kaitan erat dengan sejarah kota Surabaya sekitar abad ke-18. Pasalnya, semasa hidup mbah Badrudin, nama asli Mbah Kyai Sedo Masjid adalah sosok regenerasi penyebar agama Islam setelah Sunan Ampel.

Ia pun berdakwah menyebarkan agama Islam dengan basis pesantren, lalu membangun sebuah masjid bernamakan masjid Surapringgo sebagai salah satu sarana pendidikan. Lokasi masjid dulunya tidak jauh dari makam yang kalau sekarang berada di komplek Tugu Pahlawan.

Sayangnya, eksistensi masjid tidak berlangsung lama sebab ada momen pemerintah Hindia Belanda juga akan membangun gedung pemerintahan (kantor gubernur) di lahan areal masjid. Mengetahui hal itu, sebagai tokoh lokal, Mbah Kyai Sedo Masjid tidak tinggal diam.

Bersama sejumlah elemen termasuk santri dan masyarakat Surabaya melakukan pertentangan keras atas kebijakan pemerintah Hindia Belanda tersebut. Baku tembak pun tidak bisa terelakkan. 

Salah satu bukti peninggalan si Mbah adalah sebuah monumen meriam yang tidak jauh dari makam yaitu meriam Mbah Kyai Sedo Masjid (Pangeran Pekik). Lokasinya berada di Jl. Kawatan VIII no.12 atau persisnya berada di depan Polsek Bubutan Surabaya.

Seiring waktu, komplek pemakaman Mbah Kyai Sedo Masjid berkurang akibat adanya proyek pelebaran jalan Tembakan. Melansir dari laman surabaya.tribunnews.com, makam Sempat tidak terurus pada tahun 1980 dan baru selang 7 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1987 masehi komplek pemakaman baru dipugar.

Hingga kini, warga Surabaya mengenal komplek pemakaman Mbah Kyai Sedo sebagai makam Tembakan. Keberadaannya dijadikan sebagai bangunan Cagar Budaya oleh Pemkot Surabaya melalui Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kota Surabaya.

Berdasarkan pengalaman Saya berkunjung, terlihat makam-makam di sana bernuansakan makam kuno dan terlihat makam yang spesial. Sayangnya, akses untuk sekedar masuk ke areal pemakaman terbilang limited access (akses terbatas).

Alhasil, Saya tidak bisa masuk ke areal makam bagian dalam. Kondisi tersebut sudah Saya tebak sebelumnya mengingat sejauh Saya melalui jalan Tembakan terlihat pintu gerbang makam selalu dalam keadaan ditutup dan digembok.

Tips bagi Anda yang ingin masuk ke area makam Mbah Kyai Sedo Masjid, bisa menjadwalkan datang pada hari Minggu karena menurut beberapa referensi berita penjaga makam melakukan pembersihan areal makam pada hari tersebut.

Namun seandainya tidak berhasil, Saya merekomendasi tempat wisata religi yang lain yang lokasinya tidak jauh dari makam Mbah Kyai Sedo Masjid. Beberapa di antaranya adalah makam Sunan Ampel, Sunan Boto Putih, dan makam Dokter Soetomo.

Wisata Religi Makam Bujuk Sara

Makam Bujuk Sara
Wisata Religi Makam Bujuk Sara

Bujuk adalah istilah yang digunakan masyarakat Madura yang berarti kramat. Istilah tersebut tersemat dalam makam tertentu yang kemudian masyarakat menganggapnya sebagai makam kramat atau makam yang dikramatkan. Sama halnya dengan makam Bujuk Sara yang terletak di Blandungan, Mertajasah, Bangkalan.

Makam Bujuk Sara menjadi salah satu makam kramat sekaligus juga wisata religi di pulau Madura bagian barat tersebut. Selain makam Syaikhona Muhammad Kholil, makam Bujuk Sara kerap menjadi bagian obyek wisata religi bahkan terbilang satu paket seperti yang terlihat pada Senin (10/5).

Sejumlah rombongan nampak hadir berkunjung ke makam Bujuk Sara dengan berjalan kaki saja dari makam Syaikhona mengingat kedua makam jaraknya berdekatan, hanya berjarak sekitar 200 meter saja pengunjung sudah bisa sampai ke lokasi untuk ziarah.

Pengunjung biasanya tidak hanya berasal dari daerah Madura saja melainkan juga dari daerah lain khususnya yang ada di pulau Jawa. Hingga kini, makam Bujuk Sarah menjadi wisata religi di Kota Bangkalan hingga terjadi peningkatan di setiap tahunnya.

Sebutan untuk makam Bujuk Sara sendiri sebenarnya makam tidaklah berjumlah 1 melainkan ada 3 makam saling berdekatan dan dipercaya mereka ada kekerabatan satu sama lainnya. Dimulai dari sebelah kanan adalah makam Sayyid Abdullah, tengah adalah makam Sayyidah Siti Maisarah, dan sebelah kiri adalah makam Syeikh Syarifuddin.

Pada segi bangunan, makam Bujuk Sarah memiliki keunikan tersendiri, yakni berbeda dengan makam yang biasa Kita jumpai. Seperti yang ada di gambar artikel ini makam bujuk dipagari dan juga diberi satir. Hanya nampak terlihat dari muka saja para pengunjung bisa melihat makam bagian dalam. Sementara itu, pengunjung bisa ziarah melalui space atau pun ruang yang ada di sekitar makam.

Berdasarkan sumber cerita rakyat Madura secara turun-temurun, bahwa ada satu kisah terkait karamah Sayyid Abdullah, salah satu yang termasuk bagian dari Bujuk Sara. Pada masa itu, merupakan masa di mana Sultan Abdul Kadirun memerintah di keraton Bangkalan.

Pada suatu ketika, Sultan tersebut ingin 16 menara masjid yang ia bangun tersebut berukuran sama yaitu 15 meter. 1 menara dari jumlah yang ada rupanya kurang 1 meter saja. Hingga akhirnya ia mengumpulkan sebanyak 44 orang berasal dari Jawa dan Madura.

Tujuannya adalah membuat menara yang kurang 1 meter tersebut menjadi ukuran sama dengan lainnya dengan syarat tidak menambal dan atau membongkarnya. Kemudian, tidak ada orang yang berani menyanggupinya kecuali Sayyid Abdullah.

Pertama kali yang Sayyid Abdullah lakukan kala itu adalah meminta kain putih dan menutupi menara bagian atas tersebut. Kemudian ia bersama 44 orang yang ada beserta dirinya membaca Surah Al Fatihah dan Yasin sebanyak 44 kali. Setelah selesai membaca, baru dibukakan kain menara yang telah dipasang tersebut lalu Masya Allah, ukuran menara sama tinggi dengan lainnya.

Sebagai tanda kesuksesan mewujudkan keinginan sang Sultan, akhir ia menghadiahkan Sayyid Abdullah untuk berhaji ke tanah suci makkah menggunakan kendaraan perahu berukuran 170 cm x 90 cm. secara logika, mungkin akan dirasa sulit jika ke makkah menggunakan perahu berukuran yang sangat kecil.

Namun, hal tertentu bisa saja terjadi, apa lagi Sayyid Abdullah, yang menurut beberapa sumber masih ada keturunan dengan Syaikh Abdul Qadir Al Jilani merupakan Wali Allah.

Sesepulang dari makkah, perahu yang ia tumpangi mendapatkan musibah. Akhirnya, perahu itu tenggelam. Untungnya, ada ikan besar yang masyarakat menyebutnya sebagai ikan Sara menolong Sayyid Abdullah. Dari peristiwa itu, makam Sayyid Abdullah dan 2 makam lainnya disebut dengan Bujuk Sara.

Sebelum Sayyid Abdullah tersebut wafat, ada satu pesan di mana ketika ia sudah wafat nantinya untuk dikuburkan di tempat yang tak jauh dari pinggir laut. Akhirnya makam atau pesarean beliau berlokasi di kawasan Martajasah yang syarat akan dekat laut. Wallahu A’lam.

Makam Kiai Abdul Latif, Abah Syaikhona Kholil

Makam Kiai Abdul Latif
Makam Kiai Abdul Latif, Abah Syaikhona Kholil

Kiai Abdul Latif adalah Abah Syaikhona Kholil Bangkalan. Semasa hidupnya beliau, Kiai Abdul Latif merupakan salah satu tokoh kiai sekaligus ulama di daerah Madura barat, kabupaten Bangkalan.

Jika biasanya makam Syaikhona Kholil yang sering kali diziarahi masyarakat, maka ada baiknya Kita juga berziarah ke makam Kiai Abdul Latif Abah Syaikhona Kholil. Kedua makam masih satu kompleks di desa Martajasah, kecamatan Mlajah, kabupaten Bangkalan.

Berjarak sekitar seratus meter dari sebelah selatan makam Syaikhona Kholil, melalui jalan setapak menyusuri gang kecil peziarah bisa sampai ke makam , Kiai Abdul Latif. Adanya petunjuk makam di sekitar area makam sekaligus masjid Syaikhona, Saya tertarik berziarah ke makam Kiai Abdul Latif.

Kejadian tersebut terjadi pada Senin (10/5) saat Saya berwisata religi di Bangkalan, kota dzikir dan shalawat. Sebelumnya, Saya tidak sempat berpikir di mana sebenarnya makam sang abah Syaikhona Kholil.

Adanya petunjuk tersebut memudahkan para peziarah untuk sekadar sampai di area makam Kiai Abdul Latif. Atau jika belum memahami, maka bisa bertanya kepada warga setempat seperti yang Saya lakukan beberapa waktu lalu.

Kebetulan, salah seorang lelaki yang nampaknya warga setempat, memberitahukan keberadaan makam yang Saya maksudkan. Dia pun menjelaskan ancer-ancer makam ada di bawah pohon keres dan Alhamdulillah, Saya bisa sampai ke makam.

Begitu sampai makam Kiai Abdul Latif, berada di tengah-tengah dua makam yang bentuknya sama. Sebelah kanan makam Kiai Abdul Latif adalah kiai Asror (kakek Kiai Abdul Latif) sementara sebelah kiri adalah kiai Kaffal (menantu Kiai Abdul Latif).

Ada satu cerita yang patut Kita teladani, baik dari kebijaksanaan maupun sikap Kiai Abdul Latif semasa hidupnya terutama saat Syaikhona Kholil berada di dalam kandungan istrinya.

Suatu hari, Kiai Abdul Latif setiap malam ke laut menangkap ikan. Banyak dari hasil tangkap ikan itu disedekahkan. Beliau hanya mengambil secukupnya untuk beliau sendiri dan istrinya. Tujuannya adalah agar supaya kandungan istri yang saat itu mengandung Syaikhona Kholil dimudahkan kelak menjadi orang yang shaleh, menjadi ahli ilmu sekaligus menjadi ulama besar.

Komitmen untuk bersedekah memberi ikan kepada orang lain, beliau istiqamahkan. Meski dalam cuaca yang kurang baik, Kiai Abdul Latif tetap mencari ikan. Di tengah-tengah mencari ikan tersebut, ada orang berteriak minta tolong yang sebenarnya adalah adalah Nabi Hidir.

Saat Nabi Hidir memberitahu siapa sebenarnya dia, kemudian menawarkan apa yang sebenarnya Kiai Abdul Latif inginkan agar kemudian didoakan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala keinginan tersebut.

Kiai Abdul Latif menuturkan bahwa keinginannya hanya untuk mendapatkan keturunan yang kelak menjadi orang shaleh, ahli ilmu sekaligus menjadi ulama besar. Isya Allah kemudian Nabi Khidir berdo’a agar supaya keinginannya bisa terwujud. Setelah lahir Syaikhona Kholil, ia menunutut ilmu dan mampu menjadi orang yang shaleh, ahli ilmu, ulama besar. Wallahu A'lam.

Masjid Kemayoran Surabaya

masjid kemayoran surabaya
Surabaya memiliki banyak tempat wisata berbau religius dan untuk mengunjungi secara menyeluruh maka cukup memerlukan banyak waktu. Dari sekian banyak itu, salah satunya adalah Masjid Kemayoran Surabaya.

Masjid yang terletak di jalan Indrapura No. 2 tersebut hingga kini berdiri kokoh digunakan sebagai tempat peribadatan umat Islam khususnya warga kota Surabaya dan sekitarnya. Hingga pada Jum’at (23/04/2021) Saya tertarik datang ke masjid sekaligus mengerjakan ibadah shalat Jum’at berjama’ah.

Salah satu alasan ketertarikan Saya berkunjung adalah karena Masjid Kemayoran Surabaya memiliki nilai sejarah yang cukup tinggi. Sebab, dari masa pembangunannya saja sudah sangat lama, yakni dibangun pada masa Pemerintahan Belanda pada sekitar tahun 1884 masehi.
 
Pada masanya,  Masjid Kemayoran digadang-gadang pernah menduduki sebagai masjid terbesar di kota yang berjuluk kota pahlawan hingga tahun 1905 masehi.

Melansir dari laman surabaya.liputan6.com, Masjid Kemayoran Surabaya menempati lahan milik salah seorang Mayor pada masa pemerintahan Belanda. Oleh sebab itu, hingga kini sebutan mayor menyemat nama masjid, yakni Masjid Kemayoran.

Menurut beberapa sumber yang terhimpun, masjid tersebut awalnya berada di jalan Tembaan, lalu dibangunlah masjid pada tahun 1772 tahun Jawa atau sekitar tahun 1884 masehi. Selang waktu kemudian, baru dipindahkan ke jalan Indrapura pada 1932 masehi. Demikian berdasar pada situs Facebook Surabaya Historical.

Untuk memperkuat sumber lainnya, bisa menyimak langsung berupa prasasti yang ada di area masjid bahwa sebenarnya masjid tersebut merupakan pemberian pada masa pemerintahan Belanda setelah adanya peristiwa pembongkaran masjid lama yang berada di sekitaran Tugu Pahlawan Surabaya.

Kiai Mbah Sedo Masjid merupakan salah satu tokoh atas penolakan pembongkaran tersebut. Hingga akhirnya, menemukan titik terang di mana masjid yang telah dibongkar direlokasi ke jalan indrapura seperti sekarang ini.

Hingga sekarang, masjid tersebut dijadikan cagar budaya oleh Pemkot Surabaya. Kubah dan menara Masjid Kemayoran Surabaya menjadi salah keunikan tersendiri dibandingkan dengan masjid-masjid lainnya yang ada di Surabaya. 

Terlebih pada gaya arsitektur khas Tionghoa, Jawa dan Timur Tengah. Bisa dilihat dari kubah, menara dan ornamen-ornamennya. Meski telah direnovasi beberapa kali, masjid ini tetap memiliki gaya bangunan yang khas sehingga cukup berbeda dari gaya arsitektur masjid lainnya seperti masjid Ampel misalnya.

Megahnya Masjid Syaikhona Kholil

Masjid Syaikhona Kholil
Megahnya Masjid Syaikhona Kholil Bangkalan

Masjid Syaikhona Kholil merupakan salah satu obyek wisata religi di Kabupaten Bangkalan. Penamaan masjid diambil dari salah seorang tokoh sekaligus ulama besar di pulau Madura dengan nama lengkap Syaikhona Kholil bin Abdul Latif Bangkalan.

Keberadaan masjid dan makam Syaikhona menjadi ikon di kota dzikir dan selawat shalawat, sebutan lain untuk kabupaten Bangkalan. Oleh sebab itu, seperti yang terlihat pada Senin (10/5/2021) masjid yang bediri di jalan Klampis, Toba, Buluk Agung, Bangkalan tersebut nyaris tidak pernah sepi dari pengunjung.

Masjid Syaikhona Kholil Bangkalan tersebut selain sebagai tempat peribadatan, juga sebagai tempat wisata bagi para peziarah  Syaikhona Kholil. Banyak sekali pengunjung datang untuk ziarah dan ada juga hanya yang sekedar untuk melihat kemegahan masjid.

Masjid yang megah disertai dengan halaman yang luas. Membuat Mesjid Syaikhona Kholil memiliki kapasitas yang cukup besar hingga mampu menampung ribuan pengunjung dan ratusan kendaraan, baik roda dua maupun roda empat.

Kemegahan dan keindahan serta perluasan masjid seperti sekarang tentu tidak lepas dari peranan masyarakat, yayasan, dan pemerintah Kabupaten Bangkalan. Khususnya pada masa pemerintahan Alm. RKH Fuad Amin Imron yang pernah menjabat sebagai Bupati Bangkalan periode 2003 sampai 2013.

Sebelumnya, bangunan masjid Syaikhona Kholil Bangkalan terbilang sangat cukup sederhana layaknya bangunan mushala pada umumnya yakni hanya berukuran 8 x 10 meter saja. Sehingga secara kapasitas diperkirakan tidak lebih dari 50 orang.

Kini semenjak direnovasi, diperluas, hingga sampai diresmikannya pada tahun 2011 telah mengalami perubahan yang signifikan. Bangunan masjid Syaikhona digadang-gadang sebagai masjid termegah dan terbesar khususnya di kabupaten Bangkalan.

Selain besar, rupanya ornamen dan arsitektur menjadi nilai plus dari masjid yang dibagun pada tahun 2006 tersebut. Ditambah lagi ornamen kaligrafi beserta nuansa warna keemasan menjadikannya sebagai masjid megah.

Berbagai alasan tersebut menjadikan masjid sekaligus makam Syaikhona Kholil mengalami peningkatan pengunjung di setiap tahunnya. Maka tidak heran, dijadikan sebagai wisata religi populer di pulau Madura bagian tersebut.

Bagi Anda yang hendak jalan-jalan atau berwisata religi di Kabupaten Bangkalan, di sekitar masjid Syaikhona Kholil Bangkalan juga terdapat pertokoan menjual souvenir dan juga masakan kuliner.

Cerita Saat Ziarah ke Makam Sunan Giri

makam sunan giri
Cerita Saat Saya Ziarah ke Makam Sunan Giri
 
Berwisata religi seperti makam sunan menjadi salah satu kegiatan yang bisa me-warning hati dan pikiran akan sebuah kematian. Seperti yang difirmankan Allah SWT dalam Qur’an Surah (21:35) yang artinya, “Setiap yang bernafas, akan menjumpai yang namanya kematian”.

Berbeda dengan tempat wisata yang pernah Saya kunjungi sebelumnya, kali ini pada Minggu (30/5) tempat wisata yang Saya kunjungi sedikit bergeser dari kota Surabaya yaitu kabupaten Gresik.  Di kota yang berjuluk kota pesantren tersebut terdapat makam sunan yaitu Sunan Giri.

Keberadaan makam Sunan Giri sudah sangat populer di kalangan masyarakat di pulau Jawa, namun juga mancanegara. Eksistensi dalam menyebarkan agama Islam di pulau Jawa, sunan Giri sangat dihormati hingga akhir hayat pun makamnya sering diziarahi.

Berdasarkan pengalaman berkunjung ke makam Sunan Giri, makam sunan sangat ramai dikunjungi para peziarah. Mereka datang menggunakan berbagai kendaraan seperti bus, mobil pribadi, sepeda motor, dan lainnya.

Khusus bus lahan parkirnya berbeda. Kalau dari arah Surabaya, lahan parkirnya berada di sebelah kiri sebelum sampai ke area makam. Selain kendaraan bus, bisa langsung menuju ke area komplek pemakaman Sunan Giri dekat gerbang pintu masuk.

Saat akan memasuki komplek pemakaman, pengunjung harus bersabar menaiki anak tangga yang jumlahnya sangat banyak. Bagi para lansia dan ibu hamil sebaiknya berhati-hati dan jika tetap ingin menaiki tangga tersebut sebaiknya ada bantuan atau pengawasan dari orang-orang terdekat.

Menuju ke area makam, di sana ada sejumlah masyarakat yang bersedia menerima infaq atau shadaqah dari para dermawan. Nah, kesempatan berinfaq atau bershadaqah banyak dimanfaatkan para pengunjung saat memasuki area makam.

Sampai di area makam, para pengunjung diwajibkan melepas alas kaki baik itu berupa sandal atau pun sepatu. Penjagaan selalu standby di sana.

Untuk mencari tempat duduk saat berziarah cukup fleksible. Jika memungkinkan bisa langsung mencari tempat duduk paling dekat dengan makam, namun jika tidak ada akibat faktor "R" (alias Ramai) maka tempat di mana pun sudah baik asal jangan duduk di atas kuburan lainnya.

Sambil berkunjung ke makam Sunan Giri, di sana juga ada sejumlah makam putra-putrinya. Pengunjung juga berziarah ke makam-makam tersebut lengkap dengan namanya seperti makam Sunan Dalem, Sunan Kulon, Sunan Kidul, dan lainnya.

Terkait informasi atau sejarah sunan Giri, pengunjung bisa belajar banyak di sana. Pasalnya, sejumlah papan terpampang di sana. Berdasarkan informasi yang Saya dapatkan di sana, Sunan Giri dulunya menyebarkan agama Islam mulai dari daerah Gresik sendiri, Madura, Lombok, Kalimantan, dan Sulawesi.

Beliau membangun pesantren sebagai salah satu satu sarana dakwahnya. Berkembang-kembang, hingga akhirnya menjadi sebuah kerajaan yang notabene kecil bernamakan Giri Kedaton.

Tentang sunan Giri sendiri, beliau lahir dari seorang ibu bernama Dewi Sekardadu. Sementara ayah sunan Giri bernama Maulana Ishaq. tercatat juga sunan Giri Lahir pada tahun 1443 masehi dan wafat pada tahun 1506 masehi.

Beredar dari cerita turun temurun, sunan Giri awalnya diberi nama Joko Samudro karena saat kecil dibuang ke laut karena tujuan keamanan. Yang menemukan bayi sekaligus yang memberi nama Joko Samudro tersebut adalah Nyi Gede Pinatih.

Sunan Giri juga sempat berganti nama sebagai raden Paku saat belajar ke Raden Rahmat, sunan Ampel. Dalam kurun waktu 7 tahun belajar bersama sunan Ampel baru kemudian beliau mendapat gelar Ainul Yaqin. Sang guru, sunan Ampel pun kemudian menjadi mertua sunan Giri setelah menikahi putrinya bernama Dewi Murthoyiah. Wallahu A’lam.

Makam Sayyid Yusuf Dlemer Kwanyar

Makam Sayyid Yusuf Dlemer Kwanyar
Makam Sayyid Yusuf Dlemer Kwanyar (3/4/21)

Beberapa tahun yang lalu, kawasan Dlemer Kwanyar menjadi salah satu kawasan yang cukup sering saya kunjungi, terutama saat Saya bersekolah di SMA N 1 Kwanyar pada tahun 2007 sampai 2010 masehi. Terlihat jelas bahwa di seberang utara jalan gedung SMP N 1 Kwanyar terdapat pemakaman.

Ada satu hal cukup mengejutkan akhir-akhir ini pada Sabtu (3/4) bahwa di area pemakaman terdapat makam Sayyid. Makam tersebut adalah makam Sayyid Yusuf. Saya tidak mengetahui apakah Sayyid adalah bagian nama atau bagian gelar beliau.

Jika benar Sayyid adalah gelar, maka seperti yang kita ketahui merupakan jalur keturunan Rasulullah lewat jalur cucu beliau dari Fatimah Az-Zahra, anak perempuan Rasulullah. Hal tersebutlah yang membuat saya ingin berkunjung ke Makam Sayyid Yusuf Dlemer Kwanyar.

Keberadaannya baru Saya ketahui setelah ada pagar dinding bertuliskan Makam Sayyid Yusuf Dlemer Kwanyar. Untuk sekedar tahu makam sudah sangat lama, namun begitu ada tulisan makam Sayyid, hati Saya tergugah dan akhirnya berziarah.

Kala itu merupakan kali pertama saya ziarah ke area makam Sayyid Yusuf di desa Dlemer kabupaten Bangkalan. Pada pagi hari yang cerah melewati jalan Kwanyar,Saya berhenti dan memarkirkan motor di dalam area makam. 

Zaman musim hujan membuat seluruh area makam menghijau ditumbuhi rerumputan. Sampai di area makam, Saya sempat melihat makam secara keseluruhan dan mencoba menemukan letak di mana makam Sayyid Yusuf tersebut. Tentu saya mencari makam yang sedikit lebih istimewa ketimbang lainnya, baik segi batu nisan maupun atribut makamnya.

Akhirnya, Saya menemukan satu makam yang saya percaya itu adalah makam yang Saya maksud. Suasana yang sepi dan tidak ada seorang pun di area makam membuat saya kesulitan mencari informasi terkait Makam Sayyid Yusuf Dlemer Kwanyar.

Meski demikian, Saya sempat berziarah. Tidak lama kemudian, Saya pun kembali pulang. Demikian sedikit tentang cerita maupun pengalaman berziarah ke makam Sayyid Yusuf. Makam Sayyid Yusuf Dlemer Kwanyar.

Jika kebetulan Anda masyarakat maupun tokoh setempat dan memiliki informasi terkait makam yang saya maksudkan silahkan bisa memberikan sedikit penjelasan dengan menulisnya di kolom komentar di bawah agar informasi pentingtersampaikan kepada pembaca lain yang membutuhkannya. Demikian diucapkan terima kasih.

Perjalanan ke Makam Sultan Abdul Kadirun

makam Sultan Abdul Kadirun
Makam Sultan Abdul Kadirun (10/05/21)

Mempelajari sekaligus mengenang orang terdahulu khususnya para leluhur banyaklah cara, salah satunya adalah dengan mendatangi petilasan atau pun makam seperti yang Saya lakukan beberapa waktu yang lalu Senin (10/05/2021).

Pada kesempatan tersebut, Saya menyempatkan diri untuk datang sekaligus berziarah ke makam raja yang ada di kabupaten Bangkalan yaitu makam Sultan Abdul Kadirun. Lokasi makam berada di kompleks pemakaman Masjid Agung Bangkalan di daerah Demangan Barat, Bangkalan, Madura.
 
Kesempatan berziarah kala itu merupakan kesempatan pertama bagi Saya seorang diri. Selain untuk mendo’akan, hal penting lainnya adalah menggali informasi terkait sejarah para raja yang pernah memerintah di kota dzikir dan shalawat, sebutan kota Bangkalan akhir-akhir ini.

Berangkat dari kota Surabaya, Saya menggunakan kendaraan roda dua dan untuk memudahkan sampai ke lokasi, Saya menggunakan google maps yang ada di Smartphone. Cukup membantu, namun sayang seribu sayang petunjuk yang diberikan mendekati tetapi menemui jalan buntu.

Agar kesalahan itu tidak terjadi kepada Anda, maka Saya memberikan tips agar supaya Anda bisa menentukan lokasi tujuan. Caranya adalah ketikkan “Masjid Agung Bangkalan” sebagai tujuan lokasi di google maps Anda karena peziarah makam akan melalui halaman masjid tersebut termasuk lahan parkir available di sana.

Petunjuk agar sampai ke makam Sultan Abdul Kadirun akan cukup membantu kita. Persisnya ada di samping barat masjid Agung Bangkalan. Sebelum masuk ke area makam peziarah akan disarankan untuk melepas alas kaki karena di modif sebagai pemakaman yang bersih terawat.

Ha-hal yang berbau tentang kerajaan cukup terasa ketika masuk di area pemakaman, termasuk rasa takjub dirasakan setelah melihat bentuk-bentuk batu nisan yang sebagian bermahkotakan kerajaan dan juga ukiran-ukiran yang bernuansakan islami.

Selain itu, makam kerajaan berada di bawah bangunan layaknya pendopo. Hal itu membuat para pengunjung maupun peziarah akan merasa nyaman berada di dalamnya. Adem dingin berasa berada di ruang ber-AC.

Tersedia di sana sejumlah Mushaf berupa Al-quran dan juga haikal bagi para peziarah yang ingin melantunkan dzikir dan juga ayat kitab suci Al-qur'an. Kita di sana juga akan menjumpai silsilah keturunan para raja di Madura Barat tersebut.

Di Kompleks Pemakaman Sultan Abdul Kadirun terdapat banyak makam dan makam-makam tersebut masih satu baris keturunan dengan makam Sultan. Tak ayal, sejumlah makam yang pernah memerintah pada masa kerajaan Abdul Kadirun, termasuk keluarganya ada di sana.

Tak ayal, sebagai eks kerajaan cukup besar pada abad 18an tersebut, pemakaman kerajaan Abdul Kadirun cukup dikramatkan. Hingga saat ini, cukup baik secara penataan, bangunan, dan juga kebersihan.

Terkait tentang sejarahnya, berdasarkan yang dilansir pada laman www.pulaumadura.com, bahwa semasa hidupnya, Sultan Abdul Kadirun merupakan salah satu raja Bangkalan yang memerintah pada tahun 1815-1847 masehi. Sebelum menjadi raja, ia menyandang gelar sebagai Cakra Adiningrat II.

Ia baru dinobatkan pada usia 37 tahun. Penobatannya dilakukan setelah wafat baginda raja bernama Abdurahman sebagai Cakra Adiningrat I yang sempat memerintah pada tahun 1780-1815 masehi.

Lebih lanjut, sejarah mengatakan bahwa sosok mulia, Raden Maulana Abdul Kadir, sebutan lain Sultan Abdul Kadirun adalah penggagas berdirinya masjid Agung Bangkalan. Sejak muda, ia juga terkenal akan taktik sekaligus strategi perang.

Sayangnya, saat pemerintahannya berada di bawah kendali Hindia Belanda. Namun segala keistimewaannya, ia dihormati dan disegani maka tidak heran ia sering kali diminta mementori sejumlah pasukan ke medan perang seperti melawan british troops dan beberapa kerajaan baik di Jawa-nonJawa.

Keberhasilan sejumlah peperangan yang ditengahi oleh Sultan Abdul Kadirun, menuai pujian. Ia pun mendapatkan apresiasi pada jaman Hindia Belanda. Sejumlah hadiah pun ia dapatkan. 

Beberapa keberhasilan dalam perang meliputi perang Ciligcing di Batavia pada tahun 1881 masehi, perang di Cirebon pada tahun 1886 masehi, dan pemadaman pemberontakan Sultan Bone di Sulawesi pada tahun 1824 masehi. Demikian sedikit cerita terkait perjalanan menuju makam dan sedikit sejarah Sultan Abdul Kadirun.

Makam Sunan Mertoyoso Bangkalan

makam Sunan Mertoyoso
Makam Sunan Mertoyoso Bangkalan (10/05/2021)

Bergeser sedikit dari makam Kiai Abdul Latif di sekitaran kompleks pemakaman Martajasah di kabupaten Bangkalan, Saya menjumpai sebuah makam yang nampak dari jauh memiliki bentuk makam yang berbeda. Rupanya, setelah Saya mendekati makam tersebut merupakan makam Sunan Mertoyoso.

Peristiwa berkunjung ke
makam Sunan Mertoyoso Bangkalan adalah pengalaman pertama Saya pada Senin (10/05/2021). Perbedaan yang mencolok dari segi bentuk makam membuat Saya tertarik untuk menghampiri, ziarah, sekaligus ingin tahu makam siapa tersebut. 

Masya Allah, makam tersebut merupakan makam orang besar, yakni makam
makam Sunan Mertoyoso. Suasana makam yang sepi saat itu membuat Saya minim informasi dari masyarakat sekitar terkait sejarah Sunan Mertoyoso.

Namun berdasarkan lokasi, ada sedikit deskripsi dan informasi secara tertulis yang bisa Saya dapatkan sekaligus menjadi way of sharing pada pembahasan kali ini.

Makam Sunan Mertoyoso berdampingan dengan istrinya Nyai Gede Tondo. Keduanya memiliki bentuk makam yang mirip, hanya saja yang membuat pembeda adalah bagian batu nisan di bagian atas. Secara umum, makam lelaki ditandai adanya tonjolan bagian atas dan pada perempuan datar.

Sementara itu, kedua makam dibungkus berwarna biru. Hal tersebut merupakan tanda penghormatan terhadap makam khususnya bagi makam-makam besar seperti makam sunan, wali Allah, dan lain-lain.

Selain ada keterangan nama makam, tertulis juga silsilah makam dimulai dari Rasulullah Muhammad SAW hingga
Sunan Mertoyoso. Selisih atau garis keturunan tersebut ditulis di atas selembar hasil cetak mesin digital printing berupa banner.

Terkait sejarah,
Sunan Mertoyoso memiliki nama asli Khalifah Husein Al-Yamani. Beliau merupakan santri Raden Mohammad Ali Rahmatullah, Sunan Ampel. Jika dilihat pada masanya, maka dimungkinkan beliau nyantri kepada Sunan Ampel pada sebelum tahun 1481 masehi, diambil dari sebelum wafat Sunan Ampel.

Kini,
makam Sunan Mertoyoso bisa dikunjungi masyarakat Peziarah dimudahkan juga dengan referensi bacaan seperti buku tahlil dan yasin. Demikian sedikit cerita terkait pengalaman saya berziarah ke makam Sunan Mertoyoso. Bagi Anda yang memiliki informasi lebih, bisa memberikan komentar di kolom di bawah.

Ziarah Ke Makam Mbah Bolong

Makam Mbah Bolong
Foto pengunjung saat lakukan ziarah ke makam Mbah Bolong
Pernahkah Anda berkunjung ke kawasan wisata religi Sunan Ampel Surabaya? Kira-kira, selain makam sunan Ampel, adakah makam lagi yang recommended diziarahi? Jawabannya ada, makam tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah makam Mbah Bolong.

Berlokasi di kompleks pemakaman yang sama dengan makam Sunan Ampel, terdapat makam Mbah Bolong. Letaknya cukup berdekatan dengan makam Sunan Ampel yakni sama-sama berada di sisi masjid sebelah barat.

Cara sampai ke makam Mbah Bolong

Untuk sampai ke lokasi makam Mbah Bolong, pengunjung bisa melalui masuk ke area makam sunan Ampel terlebih dahulu mengingat biasanya dua pintu disana difungsikan sebagai jalur masuk dan jalur keluar. Segala macam informasi cukup mudah didapatkan karena biasanya ada penjagaan di masing-masing pintu.

Sambil menuju pintu masuk makam, pengunjung bisa menjumpai jejeran gentong berisi air minum. Banyak pengunjung meminumnya. Tidak jarang, mereka berharap akan ada keberkahan tersendiri dari setelah meminumnya.

Sampai di pintu masuk area makam sunan Ampel, pengunjung diwajibkan melepas alas kaki dan bisa menaruh di tempat yang sekiranya mudah diingat, tidak bercampur dengan milik orang lain. Atau alternatifnya tetap membawanya ke area makam. Lebih disukai jika alas kaki terbungkus dengan kresek misalnya.

Jarang sekali pengunjung datang berziarah langsung menuju makam Mbah Bolong. Biasanya pengunjung berziarah ke makam Sunan Ampel terlebih dahulu, baru kemudian ziarah Ke makam Mbah Bolong identik dengan makam kejingnya.

Cerita Mbah Bolong Se masa Hidupnya

Beredar dari cerita masyarakat dan beberapa sumber terpercaya lainnya, mbah Bolong merupakan salah satu santri Sunan Ampel. Kala itu, beliau merupakan salah satu santri kepercayaan Sunan Ampel. Buktinya saat ada polemik menentukan arah kiblat masjid, Mbah bolonglah yang ditunjuk sebagai penentu arah kiblat.

Beliau diminta langsung oleh Sunan Ampel. Kemudian, beliau melakukan sesuatu yang tidak semua orang bisa melakukannya. Masyaallah, setelah beliau melubangi sedikit tembok masjid, ka’bah terlihat jelas.

Melihat kejadian tersebut, santri-santri sunan Ampel dan masyarakat sekitarnya merasa takjub. Cerita tersebut secara turun temurun beredar hingga sekarang. Mereka menganggap hal tersebut merupakan suatu karomah yang diberikan Allah kepada Sunan Ampel dan santrinya, Mbah Bolong.

Berziarah ke Makam Mbah Shaleh

Makam Mbah shaleh

Berziarah ke kawasan wisata religi Sunan Ampel, Kita tidak hanya berziarah ke makam Sunan Ampel saja namun juga ada makam-makam penting lainnya yang bisa dijadikan alternatif diantaranya adalah makam mbah Bolong, makam KH Mas Mansyur, dan temasuk juga makam mbah Shaleh.

Ketiga makam yang disebutkan  diatas merupakan makam yang sering diziarahi pengunjung yang datang dari berbagai daerah termasuk makam Mbah Shaleh yang lokasinya berada masih di kompleks masjid Agung Sunan Ampel di sisi timur.

Berdasarkan pengalaman berziarah pada Jum’at (27/11/2020), terlihat ada banyak peziarah datang dari berbagai daerah. Nampak jelas dari pakaian khasnya seperti peci, kemeja, dan sarungnya bahkan tidak jarang ada yang memakai surban yang melilit diatas bahu mereka.
    
Mereka duduk bersilah diatas tikar yang telah disediakan dan ada juga duduk di serambi masjid  menghadap makam mbah shaleh. Terdengar mereka membaca ayat kitab suci Alquran surah Yasin dan Tahlil, baik secara individual maupun kelompok.

Untuk sekedar meminjam buku Yasin dan Tahlil tersedia disana. Berjarak sekitar 3 meter saja, para petakziah halal meminjam buku di lemari yang telah disediakan.

Ramainya pengunjung makam mbah Shaleh tentu tidak lepas dari peranan baik se masa hidupnya. Ada banyak kisah dari mbah Shaleh semasa hidupnya dan bisa Kita petik untuk dijadikan pembelajaran hidup lebih baik.

Misalnya, ada kisah tentang mbah shaleh yang rajin membersihkan masjid. Mbah shaleh yang hidup pada abad 18 merupakan santri kesayangan Sunan Ampel. Beliau santri yang taat dan rajin. Beliau selalu menjaga kebersihan masjid dengan sepenuh hati.

Melansir dari laman liputan.com, saat mbah shaleh meninggal, kondisi masjid tidak terurus dengan baik. Meski telah dijadwalkan secara bergantian oleh santri-santri sunan Ampel lainnya, namun tidak sebersih apa yang dilakukan oleh mbah shaleh se masa hidupnya.

Melihat kondisi demikian, Sunan Ampel berucap kira-kira seperti ini, “Andai saja mbah shaleh hidup, pasti masjid bersih seperti sedia kala.” Kemidian di hari berikutnya mbah shaleh hidup kembali dan beraktivitas seperti sedia kala.

Hal tersebut terjadi berulang kali sebanyak 9 kali. Maka tidak heran makam mbah shaleh hingga saat ini berjumlah 9. Alasan terpisah dari anggapan masyarakat lain oleh bahwa sosok mbah shaleh hanya 1 dan lainnya hanya menyerupai saja dan kaitannya dengan karamah Sunan Ampel. Wallahu a’lam.

Ada sebuah hadist yang artinya, “Kebersihan itu bagian dari iman.” Dari hadist tersebut mengingatkan Kita akan pentingnya kebersihan lingkungan terutama kebersihan dalam maupun luar masjid agar menjadi tempat peribadatan umat Islam yang nyaman.

Ziarah ke Makam KH Mas Mansyur

Makam KH Mas Mansyur
Makam KH Mas Mansyur

Orang yang datang ke kawasan religi Ampel umummya untuk berziarah ke makam sunan Ampel. Namun, tahukan Anda bahwa ternyata ada makam yang cukup kramat di dekat kompleks makam Sunan Ampel. Makam yang berada di sebelah timur masjid Ampel tersebut adalah makam KH Mas Mansyur.

Lama kian sebenarnya Saya ingin berkunjung ke makam KH Mas Mansyur. Namun, baru kala itu,
pada Jum’at (27/11/2020) Saya bisa sampai berziarah kesana untuk pertama kalinya. Sebenarnya keberadaan makam tersebut belum lama Saya tahu. Begitu tahu, Saya niatkan betul agar kemudian bisa sampai berziarah.

Alhamdulillah, sampai di hari h sekitar jam 13.00 Saya bisa sampai dan berziarah ke makam KH Mas Mansyur di jalan Ampel Belakang, Surabaya. Ziarah yang Saya lakukan tersebut setelah menunaikan ibadah shalat Jum’at  di masjid Sunan Ampel.

Di cuaca yang sedikit mendung, setelah shalat Jum’at, Saya langsung turun dari masjid dan berjalan menuju makam. Tidak banyak usaha ekstra untuk sampai ke makam KH Mas Mansyur karena lokasinya masih satu lahan dengan masjid Ampel tepatnya berada di sisi timur. 

Awal makam yang Saya jumpai adalah makam mbah Shaleh. Banyak peziarah datang kesana. Ada yang duduk di samping makam dan ada juga duduk di serambi masjid. Mereka semua berziarah membaca ayat Al-quran seperti surat yasin, tahlil, dan lainnya.

Namun kembali ke tujuan awal yaitu berziarah ke makam KH Mas Mansyur. Saya melanjutkan berjalan kaki dengan pelan. Sekitar 9 meter saja dari makam mbah shaleh tadi, Saya menjumpai papan bertuliskan Makam KH Mas Mansyur Pahlawan Nasional.

Itu artinya Saya sampai di pemakaman KH Mas MAnsyur. Saya pun mencoba untuk masuk ke area makam yang juga satu lahan dengan area makam keluarga Gipo. Alhamdulillah, pintu makam yang terbuat dari stainless tersebut dalam keadaan terbuka. Saya pun masuk dan berziarah.

Melihat dari sejarahnya, KH Mas Mansyur merupakan salah seorang tokoh nasional yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan penting seperti aktif di dunia politik umat Islam. Beliau juga pernah menjabat di organisasi penting (Muhammadiyah) dan juga pemrakarsa partai yang disebut dengan Partai Islam Indonesia (PII).

Lebih lanjut, pada masa penjajahan tersebut, beliau adalah bagian dari apa yang disebut 4 serangkai di mana lainnya juga merupakan pahlawan nasional yaitu Soekarno, Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara.

Hal yang benar-benar menginspirasi bagi Saya pribadi adalah beliau, KH Mas Mansyur, semasa hidupnya adalah salah seorang aktifis cukup menginspirasi khususnya bagi pembuat konten berupa karya tulis. 
Beliau pernah menerbitkan majalah bernama Soeara Santri dan Djinem.

Selain majalah ia juga menerbitkan karya tulis berupa buku berjudul Hadist Nabawiyah, Risalah Tauhid dan Syirik, dan masih banyak lagi. Saya berharap akan ada sosok seperti beliau di masa yang akan datang, amiin.

Baru Tahu, Ada Makam Sunan Boto Putih di Surabaya

Berawal dari keinginan menunaikan ibadah shalat ashar di sekitaran jalan Pegirian Surabaya, Saya pun menemukan  sebuah  langgar. Langgar itu berada di  sebelah kiri jalan, namanya adalah langgar waqaf Sentono Botoputih. Masyaallah, Baru Tahu, Ada Makam Sunan Boto Putih di Surabaya.
Makam Sunan Boto Putih
Gapura, Sebelum Masuk ke Makam 
Sunan Boto Putih (3/9/20)
Gapura makam itu terlihat jelas dari halaman langgar bertuliskan Makam Boto Putih. Hal tersebut membuat Saya heran dan terkagum-kagum karena Baru kali ini Saya tahu ada Makam Sunan Boto Putih di sekitaran jalan Pegirian Surabaya.

Mengingat yang Saya tahu selama ini, Sunan Ampel menjadi alternatif wisata religi yang paling dikenal orang pada umumnya, namun ternyata masih ada Sunan yang lokasinya juga berdekatan dengan Sunan Ampel Surabaya. Itulah yang membuat  Saya heran dan terkagum-kagum.

 “Tak shalat dululah, ntar abis shalat tak coba masuk dan berziarah, ” pikir Saya sambil memarkirkan sepeda motor. Selesai menunaikan ibadah shalat ashar, Saya menyempatkan diri untuk melihat sekaligus berziarah ke Makam Sunan Boto Putih.

Masuk di areal pemakaman pada Kamis (03/09/2020), kondisinya cukup ramai dari pengunjung dan itu tidak seperti apa yang Saya kira sebelumnya bahwa akan sepi. Bisa Saya lihat disana ada banyak peziarah, petugas kebersihan, dan petugas parkir.

 Mengamati areal pemakaman, disana ada 2 areal pemakaman berbeda. Di sebelah kiri paling dalam dibatasi dengan pagar dan kondisinya ada yang digembok dan ada pula yang tidak. Melihat ada sebagian areal pemakaman digembok, Saya pun mengira bahwa niatan berziarah tidak akan terealisasi.

Namun, Saya terus berjalan beberapa ratus meter dan Saya pun menemukan beberapa gapura lagi sebagai penanda masuk ke areal pemakaman pangeran Lanang Dangiran, sebutan lain untuk Sunan Boto Putih di Surabaya.

Alhamdulillah, areal makam tidak dalam keadaan terbuka pun banyak peziarah di dalamnya.

Suasana makam juga sangat berbeda dari yang biasanya Saya tahu. Makam disana ada unsur megah dan bernuansakan klasik seperti makam-makam kerajaan. Hal itu bisa Saya amati dari bentuk dan nama-nama makam yang bercirikan kerajaan.


Niatan berziarah, Saya pun membaca Surah Tahlil beserta doa’nya. Kemudian, Saya menyempatkan melihat sekeliling makam dan sebelum pulang Saya ambil gambar gapura tanda masuk ke Makam Boto Putih di Surabaya sebagai media penulisan artikel ini.

Begini Wisata Masjid Cheng Hoo Pandaan

Berwisata di daerah Pandaan, rasanya tidak lengkap jika tidak mampir ke Masjid Muhammad Cheng Hoo Pandaan. Wisata yang dikategorikan sebagai wisata religi ini banyak dikunjungi para wisatawan dari berbagai daerah, baik dalam maupun luar kota.
Wisata Masjid Cheng Hoo Pandaan
Foto Saat Berada di Wisata Masjid Cheng Hoo Pandaan (09/08/2020)
Hal itu terlihat saat Saya berwisata ke Masjid Cheng Hoo Pandaan untuk ke-3 kalinya, pada Minggu (09/08/2020). Sekelompok wisatawan asal Madura datang ke tempat wisata secara berjamaah. Jumlah anggotanya diperkirakan mencapai puluhan bahkan ratusan.

Berada diantara orang banyak, terdengar ada yang berkomunikasi menggunakan bahasa Madura. Meski Saya terbilang cukup pakar dalam bahasa tersebut, Saya tidak mencoba untuk menjalin komunikasi bahkan Saya memilih diam seribu bahasa.

Wisata Masjid Cheng Hoo Pandaan yang berada di Jl. Raya Kasri No. 18 Pandaan Pasuruan itu tak sepi dari para wisatawan. Salah satu hal yang menjadi daya tarik disana adalah bentuk dan ornamen masjid yang cukup khas. Bangunan masjid dibangun dengan perpaduan 3 unsur yaitu Islam, Jawa, dan Tiongkok.

Selain itu, warna yang dominan dengan warna merah, disertai warna kuning, dan hijau juga menjadi ciri khas dari Masjid Cheng Hoo pada umumnya seperti Wisata Masjid Cheng Hoo yang ada di kota pahlawan Surabaya.

Untuk Wisata Masjid Cheng Hoo Pandaan memiliki sedikit hal berbeda dari Masjid Cheng Hoo yang pernah Saya ketahui karena di wisata tersebut memiliki obyek wisata yang sifatnya additional yakni adanya Pasar Cheng Hoo Pandaan.

Nampaknya, Pasar Cheng Hoo Pandaan juga menjadi salah satu daya tarik bagi para wisatawan. Hal itu juga dirasakan oleh Saya. Kala sampai di lokasi, Saya langsung menuju pasar untuk sekedar membeli tape dan snack. Harga-harga disana cukup murah dan bersahabat di kantong.

Ada setidaknya 3 obyek wisata berbeda di pasar tersebut yakni wisata kuliner, distro, dan souvenir. Disana Kita bisa membeli sesuai kebutuhan apa saja sesuai dengan kebutuhan.

Isyarat waktu Ashar akan tiba, Saya pun langsung menuju masjid untuk bersiap-siap menunaikan ibadah shalat Ashar secara berjamaah. Area untuk jemaah laki dan perempuan disana terpisah pun juga tempat wudhunya sehingga bisa beribadah lebih khidmat.

Setelah shalat, Saya bersiap-siap pulang. Namun sebelum itu, Saya sempat membaca sedikit sejarah tentang Muhammad Cheng Hoo. Tulisan sejarah itu ditulis dalam bentuk prasasti berukuran besar. Letaknya berada di depan masjid.

Tulisan sejarah itu pula ditulis dalam 3 (tiga) bahasa yaitu bahasa Indonesia, Tiongkok, dan Inggris. Hal itu dilakukan agar mempermudah bagi wisatawan yang datang dari berbagai daerah di Indonesia bahkan mancanegara.

Kronologi Ziarah ke Makam Sunan Dalem Kolak

Makam Sunan Dalem Kolak merupakan salah satu makam kuno di kabupaten Bangkalan bagian selatan. Tak banyak orang tahu adanya makam Sunan ini. Saya sendiri yang berasal dari desa tak jauh dari lokasi, baru kali ini tahu. Berikut adalah tentang kronologi Saya bisa sampai ke Makam Sunan Dalem Kolak.


Makam Sunan Dalem Kolak
Foto Makam Sunan Dalem Kolak (30/05/2020)
Semenjak adanya akses jalan baru di sekitaran jembatan layang Morkepek, banyak pengendara dari arah Surabaya melalui jembatan itu untuk tujuan Sukolilo, Tebul, Kwanyar, dan sekitarnya. Kebetulan, jalan yang lokasinya berada di setelah gerbang jembatan Suramadu itu, merupakan alternatif menuju desa Saya.

Jika dihitung, sebenarnya bukanlah pertama kali Saya melewati jalan di desa Sukolillo. Jika tidak salah, ada sekitar 3 kali Saya melewatinya. Di pertengahan desa tepatnya di desa Sukolilo Barat, kecamatan Labang, Kabupaten Bangkalan , terdapat sebuah gapura yang menandakan ada makam keramat (buju’) di sekitaran desa itu.


Semakin mendekati gapura itu, terbetik di dalam hati rasa ingin berziarah ke makam itu. Hingga akhirnya Saya memutuskan berziarah ke makam itu yakni makam Sunan Dalem Kolak pada hari Sabtu (30/05/2020). Itu adalah kali pertama Saya kesana.


Berjarak sekitar 200 meter saja dari gapura itu, Saya pun sampai di area pemakaman. Tempat parkir luas, bisa dipakai berbagai jenis kendaraan. Disana Saya bertemu dengan seorang penjaga makam, sebut saja Bapak Hadi namanya, Saya dipersilahkan mengambil wudhu sebelum berziarah ke makam Sunan Dalem Kolak.


“Toreh ngalak wudhu ghellun” kata Bapak Hadi sambil memegang sapu lidinya. “Engghi Pak,” saut saya dengan suara pelan. Setelah ambil wudhu, Saya pun ditanya, “Deri Kammah le’?” mendengar itu, Saya langsung menjawab, “Deri Tanah Merah Laok Pak,”.


Kemudian Saya dipersilahkan masuk ke areal pemakaman. Sayapun takjub melihat puluhan buju’ disana. Semua bujuk, batu nisannya di bungkus kain putih dan dilengkapi dengan identitas nama buju’. Saat itu, Keinginan Saya untuk mengetahui sedikit tentang sejarah Sunan Dalem semakin menggebu-gebu.


Sesaat setelah Saya ziarah, Sayapun menghampiri Bapak Hadi yang sedang duduk di mushala di area pemakaman. “Ya’ toreh lengghi,” kata Bapak hadi. ‘’Engghi, Pak. Sekalangkong,” jawabku. Lalu saya pun duduk melakukan cakap.


Di sela-sela percakapan itu, Saya bertanya terkait dengan sejarah makam. Beliau menceritakan bahwa jumlah buju’ yang ada di area pemakam Sunan Dalem kolak cukup banyak, “E kanto’ bennya’ buju’. Paling bennnya’ e kantoh, 44,” jelas beliau dengan gaya bahasa Madura yang khas.

Mendengar itu, Saya merasa takjub. Itu jumlah yang jarang Saya dengar dan temukan. Diantara makam buju’ selain makam Sunan Dalem Kolak yang terkenal disana ada buju’ Batu Kolong (KH. Muzakki) dan buju’ Selase (KH. ABD Mufid).


“Pola bede sisa-sisa peninggalan Sunan Dalem kolak ben buju’ se asisa sampek semangken?” lanjut Tanya kepada Pak Hadi. “E kantoh coma koburen to’. Mun sisa-sisa tadek,” paparnya. Sekitar 20 menit-an percakapan kami lamanya. Saya merasa senang dan puas mendengar cerita dan penjelasan dari beliau.


Untuk mendapatkan informasi seperti daftar nama makam baik Sunan Sunan Dalem Kolak sendiri ataupun buju’, dan serta struktur pengelola makam, tersedia disana. Semua terpampang di mushala bagian depan.

Ziarah ke Makam Bung Tomo

Pernah belajar tentang sosok Bung Tomo? Bagi Anda yang menyukai ilmu sejarah Indonesia, sosok Pahlawan Nasional Bung Tomo tidaklah asing di telinga. Mempelajari dari sejarahnya, ia adalah sosok idola bagi saya hingga Alhamdulillah ada saat bagi bisa melakukan ziarah ke Makam Bung Tomo.

Makam Bung Tomo
Foto Makam Bung Tomo diambil pada Sabtu (21/03/2020)
Bung Tomo adalah sebuah nama panggilan sementara nama aslinya adalah Sutomo. Ia dilahirkan di kota Surabaya pada 3 Oktober 1920 dan wafat di Arafah, Arab Saudi pada 7 Oktober 1981. Melalui serangkaian lobi dengan kerajaan Arab, akhirnya Jenazahnya beliau bisa dipulangkan ke Indonesia.

Semasa hidupnya, ia adalah salah seorang pejuang revolusi yang mampu mengguncang bumi Surabaya saat masa genting peristiwa pertempuran 10 Nopember 1945 silam. Sebuah peristiwa yang menggemparkan tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia Internasional.


Melalui pidato lewat siaran radio yang bermarkas di jalan Mawar No. 10-12 Surabaya itu, suara Bung Tomo menjadi cambuk penyemangat para pejuang. Suara asli Bung Tomo bisa kita dengarkan di Museum Sepuluh Nopember Surabaya atau juga bisa dengan mengakses di berbagai media seperti di youtube.


Jiwa kepahlawanannya, terus tercatat dalam sejarah Indonesia. Tak heran, hingga kini Makam Bung Tomo yang berada di TPU Ngagel Rejo Surabaya itu sering didatangi warga Indonesia dari berbagai daerah. Tujuannya adalah ziarah.


Saya pun ziarah ke Makam Bung Tomo untuk pertama kalinya pada Kamis (21/03/2020). Sesampai disana, saya langsung memarkirkan kendaraan yang letaknya berada persis di depan area makam. Area parkir itu memang dikhususkan bagi pengunjung makam.


Semua jenis kendaraan bisa masuk ke area parkir itu baik yang roda 2 ataupun roda 4. Area parkir disana pun cukup luas dan memanjang ke samping. Disana juga ada beberapa pedagang yang menjual kembang-kembang untuk keperluan para ziarah.


Disana ada petugas parkir. “Pak, saya mau ziarah ke makam Sutomo / Bung Tomo,” begitu ucapku kepada petugas parkir yang berparas gemuk itu. “Oh, iya silahkan, sebelah sana makamnya,” jawab petugas itu sambil menunjuk tangannya ke arah makam.


Sampai disana rupanya ada perbaikan jalan. Lokasinya pun pas ada di depan makam yang ingin saya tuju. Ada beberapa pekerja disana. Mereka menggarap proyek pemasangan paving hingga tak heran banyak tumpukan paving di sekitaran jalan menuju makam.


Salah seorang pekerja itu mempersilahkan dan membantu saya mendapatkan ruang menuju ke makam Bung Tomo. Sampai disana, saya ambil duduk di dalam cungkup  yang tersedia. Kemudian saya membaca surat Al-fatihah diperuntukkan untuk almarhum sosok idola, Bung Tomo.


Di samping makam itu saya berdo’a kepada Allah agar kelak saya mempunyai anak bisa memiliki jiwa kepemimpinan yang baik seperti almarhum. Selain itu juga berbakti kepada orang tua, menjadi anak shalih/ah, cinta terhadap tanah air, dan bisa berguna bagi nusa dan bangsa.

Pengalaman Saya Berziarah ke Makam Buju’ Lembung Bangkalan

Pernah ziarah ke Buju’ Lembung? Kalau saya sudah beberapa kali karena rumah saya tidak terlalu jauh dari makam itu. Dari sekian kali ziarah, baru kali ini saya sempatkan dan siapkan artikel untuk Anda tentang  Pengalaman Saya Berziarah ke Makam Buju’ Lembung Bangkalan.

Makam Buju’ Lembung Bangkalan
Foto Makam Buju’ Lembung Bangkalan (23/01/2020)
Bertepatan pada hari Kamis (23/01/2020), saya berziarah ke Makam Buju’ Lembung Bangkalan dan itu merupakan kali ke-4 saya berada disana. Makam itu berlokasi di dusun Lembung, Kwanyar, Kabupaten Bangkalan.

Baca juga : Makam Syaichona Cholil Bangkalan

Bujuk Lembung merupakan salah satu bujuk yang terkenal di pulau Madura. Salah satu alasan terkenalnya bujuk ini adalah Bujuk Lembung adalah Keturunan Sunan dan bahkan keturunan kerajaan. Putra-putri Bujuk Lembung pun  tersebar di beberapa wilayah  di Madura yaitu Kabupaten Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan.


Letak Buju’ Lembung ada di dusun Lembung, Somor Koneng, Kwanyar, Bangkalan. Menuju pintu gerbang makam (pesarean) cukup mudah yaitu berada diantara Pasar Somor Koneng dan SMK Negeri 1 Kwanyar. Bila Anda dari arah Kwanyar, akan berada di sebelah kanan dan bila dari arah Tanah Merah akan berada di sebelah kiri.


Setelah sampai di pintu gerbang, kita masuk dengan tetap membawa kendaraan. Dijalan ini terbilang cukup lebar bisa diakses dengan kendaraan roda 2 ataupun  4. Meski demikian, kita sebaiknya tetap mengontrol kendaraan agar berjalan secara perlahan-lahan selama kurang lebih 1,5 kilo meter.


Jalannya cukup bagus tetapi sedikit bergelombang. Di sepanjang jalan menuju tempat tujuan, sebelah kiri dan kanan jalan terdapat pemukiman padat penduduk. Hingga, kita menyeberangi sungai kecil yang kalau musim hujan alirannya cukup deras.

Sampai disana, makam Buju’ Lembung  berada di samping kanan. Ditandai dengan adanya rumah penjagaan makam. Didepan rumah itulah kita bisa memarkirkan kendaraan. Saat setelah saya memarkirkan motor, ada seorang penjaga makam kemudian saya meminta ijin ziarah.


Berikut adalah percakapan saya dengan penjaga makam menggunakan bahasa madura :


Saya : “Gelenun Pak, Kule terro nyelaseah ke Buju’ Lembung”.
          “Permisi Pak, Saya mau ziarah ke Buju’ Lembung.”


Penjaga : “Oh, engghi ya’ toreh. Deri kimmah, Lek?”
             “Oh, iya silahkan. Dari mana, Dek?


Saya : “Kule deri Namera Laok pak.”
          “Saya dari Namera Laok, pak.”


Penjaga : “Oh, engghi, Sebela dissa’ lek labeng maso’eh.”
             “Oh, iya, sebelah sana dek pintu masuknya.”

       
Saya : “Engghi sekalangkong, Pak.”
          “Iya terimakasih, Pak.”


Saat saya menginjakkan kaki secara perlahan-lahan di lahan makam,terlihat dengan jelas ada ribuan makam yang berjejer disana, sembari mengucapkan, “Assalamu’alaikum yaa ahlil Qubuur,”. Berdasarkan pengamatanku, lahan makam disana sangatlah tua, berumur ratusan tahun.


Tentang bagaimana makam buju’ lembung, merupakan bagian penting di dalam artikel ini. Melansir dari maduranews.com, Bujuk Lembung merupakan kiyai setempat di dusun Lembung, nama asli beliau adalah kiyai Abdullah bin khatib Mantu. Istri beliau adalah siti Aminah Binti Sunan Cendana Kwanyar.


Makam beliau (Sayyid Abdullah dan Nyai Aminah) bersebelahan. Disana kita bisa ziarah dengan tenang karena ada tempat teduhnya. Selain itu, disana terdapat papan informasi terkait dengan silsilah Bujuk Lembung dan juga silsilah putra-putrinya.

Berziarah ke Makam Syaichona Cholil Bangkalan

Berdasarkan cerita dan bukti sejarah Syaichona Cholil, beliau adalah sosok ulama besar yang berasal dari pulau Madura. Disebut dengan Syaichona karena beliau merupakan guru besar para santri yang berasal dari berbagai penjuru di Nusantara.

Makam Syaichona Cholil Bangkalan
Gambar Makam Syaichona Cholil Bangkalan (13/10/2019)
Berdasarkan sejarahnya, dulu banyak sekali santri yang menimba ilmu di Pondok Syaichona Cholil menjadi ulama besar. Setelah belajar dari sana para santri pulang dan membangun pondok yang lokasinya juga banyak berada di Jawa Timur pada umumnya.

Sekarang Makam Syaichona Cholil masjid disana menjadi wisata religi yang sangat terkenal di pulau yang mendapatkan julukan sebagai pulau garam itu. Para peziarah yang datang tidak hanya berasal pulau Madura saja tetapi juga berasal dari kota lain khususnya di Jawa Timur.


Baca juga : Karomah Syaichona Muhammad Cholil

Meningkatnya peziarah dari waktu ke waktu maka area di sekitaran Makam Syaichona Cholil terutama area masjid mengalami renovasi dan perluasan besar-besaran. Kalau dulu sekitar tahun 1990 an di area masjid ini terbilang sangat kecil ditambah dengan pemukiman warga yang saling berdempetan.

Cerita itu sudah berakhir pasalnya masjid Syaichona Cholil sekarang sudah sangat besar dan megah sehingga dapat menampung jamaah dalam jumlah yang besar, pezirah dapat berziarah di dalam masjid tanpa terkena terik matahari dan hujan.


Kemegahan masjid tetap memprioritaskan area pemakaman yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Sama sekali tidak ada satupun pegeseran makam terutama makam Syaichona Cholil al-Bangkalani ini yang berada di sebelah barat masjid.


Peluasan area wisata ini juga terjadi pada tempat parkir baik motor, mobil, maupun bis. Hal ini sangat dibutuhkan karena pengunjung umumnya berziarah secara berjamaah dan dengan menggunakan kendaraan besar seperti bis misalnya.

Dengan area parkiran yang mempuni itu, di lahan parkiran yang sama juga terdapat pertokoan pesarean Syaichona Cholil Mertajesah Bangkalan. Pertokoan ini juga cukup besar sehingga dapat menampung banyak pedagang yang menjual barang dagangannya.


Disana kita bisa berbelanja berbagai macam oleh-oleh khas Madura seperti cinderamata, pakaian tradisional, dan peralatan kerapan sapi. Ada juga pedagang yang menjual berbagai jenis senjata tajam misalnya belati, celurit, pisau, keris,
dan golok.

Bagi pengunjung yang ingin mencoba makanan juga ada depot-depot yang menyajikan berbagai macam makanan. Salah satu makanan khas Madura yang sangat terkenal adalah soto dan sate Madura. Terlihat banyak sekali pengunjung yang mencoba menikmati makanan khas Madura itu.

Mengintip Makam Kuno di Makam Belanda Surabaya

Mengintip makam-makam bersejarah di kota surabaya memang menjadi suatu hal yang menarik untuk diketahui terlebih jika makam tersebut menyimpan nilai sejarah yang sangat tinggi seperti halnya makam kuno peninggalan Belanda di kota Surabaya.

Makam Belanda Surabaya
Gambar Makam Belanda Surabaya (31/08/2019)
Terletak di jalan peneleh No. 35-A Surabaya, terdapat makam yang sangat populer pada masanya namun sekarang terlihat seperti  makam peneleh jejak Belanda yang mulai dilupakan namun bukan berarti makam itu tidak dikelola dan dibiarkan begitu saja.

Keberadaan makam Belanda itu berada naungan Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Surabaya sehingga kebersihan dan keamanan makam menjadi salah satu tanggung jawab dinas terkait kota Surabaya dan sebagai pengunjung kita harus mendukung agar makam tetap terjaga kebersihannya.

Jumlah makam Belanda yang berada disana mencapai ribuan dan bentuk makamnya pun mayoritas berukuran besar. Berbeda sekali bila dibandingkan dengan makam Muslim seperti halnya makam yang ada di sekitaran makam sunan ampel Surabaya baik dari segi bentuk, ukuran, dan bahkan ornamennya.

Pada masa Kolonial Belanda, makam ini dinamakan De Begraafplaats Peneleh Soerabaja yang memiliki arti hampir sama dengan bacaan yaitu makam peneleh Surabaya. Dibangun pada tahun 1814 M, tentu makam ini umurnya sangatlah tua sekitar dua abad.

Hal ini menjadi daya tarik bagiku untuk berkunjung ke makam Belanda, dengan menggunakan aplikasi Google Map, sampailah aku ke makam itu pada hari Sabtu, 31 Agustus 2019. Ada cerita yang mungkin sulit untuk dilupakan saat berada di makam yang terletak di samping Puskesmas Peneleh itu.

Sesampai di pintu gerbang, aku ingin melaporkan diri untuk sekedar meminta ijin berkunjung ke makam, namun dengan segera beberapa petugas yang kebetulan berada didalam makam menanyakan kepadaku tentang tujuan datang ke makam.


Akupun menjawabnya bahwa hanya ingin berkunjung ke makam dan tidak lama kemudian petugas itu mepersilahkan masuk. Aku yang pertama kali berkunjung kesana sedikit takjub karena makam ini berbeda dengan makam yang aku ketahui pada umumnya.


Dengan genggaman hp, aku menyempatkan diri untuk mengambil satu hingga dua gambar di area pemakaman itu dengan tujuan reportase dan pembuatan artikel ini. Selebihnya jika ingin mengambil gambar terutama berselfie maka hendaknya mencari latar yang bagus selain kuburan ya.


Mengingat makam itu termasuk tempat yang sakral dan menghindari terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan seperti hal-hal yang berbau mistis. Terlebih makam peneleh atau makam belanda banyak berlubang dan bagi yang takut akan hal mistis tentu tidak disarankan berkunjung ke makam ini.


Banyak makam Belanda di areal ini selain dilengkapi dengan nama, juga informasi terkait janazah yang dimakamkan menggunakan berbagai bahasa pasalnya pemakaman ini tidak hanya dari warga Belanda saja melainkan dari warga Eropa lainnya seperti Belgia, Inggris, Jerman, Norwegia, dan Perancis.


Dari melihat nama makam ini, tentu kita dapat menghubungkan pada masa kolonial Belanda yang dimulai dari tahun 1800 hingga 1942 M. Berdasarkan catatan sejarah, tentu ini menjadi informasi penting sebagai suatu wawasan dan dapat disimpulkan bahwa makam ini memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi.